ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ABLASIO RETINA
Merupakan
penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada kabut dilapangan pandangnya
secara mendadak seperti selubung hitam.
Kalau mengenai makula lutea maka visusnya mundur sekali, bila ditanya mungkin
ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan penderita miopia tinggi.
Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana
lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini
biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam
retina (P.N Oka, 1993), lepasnya lapisan saraf retina dari epitelium. Penyakit ini
harus dioperasi, penderita tidak boleh terlalu banyak bergerak
dan goyang supaya bagian retina yang sudah lepas, tidak bertambah lepas
lagi.
Ada 2 tipe ablasio retina :
- Non rhemathogen retina detachmen :
a.
Malignancy hypertensi
b.
Choriodal tumor
c.
Chorioditis
d.
Retinopati
- Rhemathogen retina detachmen :
a.
Trauma
b.
Degenerasi
c.
Kelainan vitreus
Etiologi :
Ablasio retina dapat terjadi secara
spontan atau sekunder setelah trauma,
akibat adanya robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina
(rhematogen) atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina
terangkat (non rhegmatogen), atau tarikan jaringan parut pada badan kaca
(traksi). Penimbunan eksudat terjadi
akibat penyakit koroid, misalnya skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar,
uveitis dan toksemia gravidarum.
Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan DM, proliferatif, trauma, infeksi atau pasca
bedah.
Faktor predisposisi :
Mata dengan miopia tinggi, pasca
retinitis,ekstraksi katarak dan retina yang memperlihatkan degenerasi
diperifer.
Manifestasi klinis :
Tabir yang menutupi penglihatan dan seperti
melihat pijaran api, penglihatan menurun secara bertahap sesuai dengan daerah
yang terkena, bila makula yang terkena maka daerah sentral yang terganggu.
Pemeriksaan penunjang :
Pada pemeriksaan Funduskopi terlihat
retina yang terangkat berwarna pucat dan adanya retina yang berwarna merah,
sering ditemukan pada daerah temporal superior. Bila bola mata bergerak
terlihat robekan retina bergoyang, terdapat defek aferen pupil tekanan bola
mata rendah. Bila tekanan bila mata meningkat maka terjadi glaukoma neomuskular
pada Ablasi yang lama.
Penatalaksanaan :
Menghindari robekan lebih lanjut dengan
memperhatikan penyebabnya, seperti :Foto koagulasi laser, krioterapi,retinopexy
pneumatic, bila terjadi akibat jaringan parut dilaku kan vitrektomi, scleral
buckling atau injeksi gas intraokuler.
Usaha Pre-operatif :
Sedikitnya 5 – 7 hari sebelum operasi,
penderita sudah harus masuk rumah sakit, harus tirah baring sempurna (Bedrest
total). Kepala dan mata tidak boleh
digerakan, mata harus di tutup segera, segala keperluan pen-derita dibantu.
Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik seperti: Atropin tetes 1 % jangan
menggunakan obat-obat mata dalam bentuk salep mata karena akan menghalangi
jalannya operasi (kornea akan keruh akibat salep). Persiapan lainnya sama dengan persiapan
operasi katarak, operasi ablasio retina mengguna kan anestesi umum tetapi bila
menggunakan anestesi lokal maka 1 jam sebelum operasi diberikan luminal (100
mg) atau largactil (100 mg) IM, kemudian ½ jam sesudahnya diberi pethidine (50
mg) dan phenergan (25 mg) IM.
Usaha Post-operatif :
Faktor-faktor
yang harus diperhatikan dalam perawatan adalah posisi kepala, per-gerakan mata,
obat-obat, lamanya mobilisasi dan pemeriksaan lanjutan (follow –up). Posisi
kepala dan badan, arah miringnya kepala, tergantung posisi/keadaan sewaktu
operasi yaitu kearah mana punksi cairan subretina dilakukan. Pada robekan yang
sangat besar, posisi kepala dan badan
dipertahankan sedikitnya 12 hari.
Pergerakan mata, bila operasi dilakukan dengan kombinasi cryo atau
diathermi koagulasi dengan suatu implant atau scleral buckling, maka kedua mata
ditutup selama 48 – 72 jam sedang badan boleh bergerak untuk mencegah
pergerakan matanya. Bila hanya menggunakan cryo atau diathermi saja mata
ditutup selama 48 jam samapai cairan subretina diabsobsi. Bila robekan belum
semua tertutup, maka kedua mata harus ditutup selama 12 – 14 hari, retina
menempel kembali dengan kuat pada akhir minggu ketiga setelah operasi, karena
itu selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi sebagai berikut :
-
Jangan membaca.
-
Melihat televisi hanya boleh
dari jarak 3 meter.
-
Mata diusahakan untuk melihat
lurus kedepan, bila berkendaran hendaknya mata di tutup.
Obat – obat
:
Selama 24 jam post-operasi diberikan obat
anti nyeri (analgesik) 3 X 500 mg, bila mual muntah berikan obat anti
muntah. Sesudah 24 jam tidak perlu
diberikan obat-obat, kecuali bila merasa sakit.
Penggantian balut dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata ditetesi
dengan Atropin tetes steril 1 %. Bila
kelopak mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal disertai babat tindih
(druk verban) dan kompres dingin.
Follow Up:
Setelah pulang, penderita kontrol tiap 1
minggu, 3 minggu, 6 minggu kemudian tiap 3, 6 dan 12 bulan. Refraksi stabil setelah 3 bulan pasca
bedah. Visus terlihat kemajuannya setelah
1 tahun pasca bedah.
Prognosis :
90 % detachmen retina setelah enam bulan
melekat baik tidak akan lepas lagi.
Fokus pengkajian :
-
Klien mengeluh ada bayangan
hitam bergerak
-
Gangguan lapangan pandang
-
Melihat bendan bergerak seperti
tirai
-
Bila mengenai makula visus
sentral sangat menurun
-
Terjadi secar
tiba-tiba/perlahan-lahan
-
Pemeriksaan funduskopi, blade,
tear, hole
-
Diperlukan tindakan
pembedahan/operasi.
Diagnosa perawatan Pre-operasi yang
mungkin terjadi
Perubahan persepsi sensori melihat
berhubungan dengan efek dari lepasnya saraf sensori dari retina.
Tujuan :
Tidak terjadi kehilangan penglihatan yang
berlanjut.
Kriteria :
- Klien memahami pentingnya parawatan yang
intensif/bedrest total.
- Klien mampu menjelaskan resiko yang akan
terjadi sehubungan dengan penyakitnya.
Rencana Intervensi :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Anjurkan klien untuk bedrest total
|
Agar lapisan
saraf yang telepas tidak bertambah parah.
|
Berikan penjelasan tujuan bedrest total
|
Agar klien
mematuhi dan mengerti maksud pemberian /perlakuan bedrest total.
|
Hindari
pergerakan yang mendadak, meng-
hentakkan
kepala,menyisir,batuk,bersin, muntah
|
Mencegah
bertamabh parahnya lapisan saraf retina yang
terlepas .
|
Jaga kebersihan mata
|
Mencegah
terjadinya infeksi,agar mem permudah pemeriksaan dan tindakan operasi.
|
Berikan obat
tetes mata midriatik-sikloplegik dan obat oral sesuai anjuran dokter.
|
Diharapkan
dengan pembnerian obat-obat
Kondisi
penglihatan dapat dipertahankan/
Dicegah agar tidak
menjadi parah
|
Ansietas yang berhubungan dengan
ancaman kehilangan penglihatan
Tujuan :
Kecemasan
berkurang
Kriteria
:
- Klien
mampu menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
- Klien
mengerti tentang tujuan perawatan yang diberikan/dilakukan.
- Klien memahami tujuan operasi, pelaksanaan operasi, pasca operasi,
prognosisnya (bila dilakukan operasi).
Rencana
Intervensi :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji tingkat ansietas : ringan,sedang,berat,panik
|
Untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kecemasan klien
sehingga memu-dahkan penanganan/pemberian askep se-lanjutnya.
|
Berikan kenyaman dan ketentraman hati
|
Agar klien tidak terlalu memikirkan penyakitnya.
|
Berikan penjelasan mengenai prosedur perawatan,perjalanan penyakit
& progno-sisnya.
|
Agar klien mengetahui/memahami bahwa ia benar sakit dan perlu
dirawat.
|
Berikan/tempatkan alat pemanggil yang mudah dijangkau oleh klien
|
Agar klien merasa aman dan terlindungi saat memerlukan bantuan.
|
Gali intervensi yang dapat menurunkan ansietas.
|
Untuk mengetahui cara mana yang efektif untuk
menurunkan/mengurangi ansietas.
|
Berikan aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan/ketegangan.
|
Agar klien dengan senang hati melakukan aktivitas karena sesuai
dengan keinginan-nya dan tidak bertentangan dengan prog-ram perawatan.
|
Resiko
terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan program teapeutik yang berhubung-an
dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang aktivitas yang diperbolehkan dan
yang dibatasi, obat-obatan,komplikasi dan perawatan tindak lanjut.
Tujuan :
Klien mampu berintegrasi dengan program
terapeutik yang direncanakan/dilakukan untuk pengobatan, akibat dari penyakit
dan penurunan situasi berisiko (tidak aman, polusi).
Kriteria :
- Klien mengungkapkan ansietas berkurang tentang ketakutan karena
ketidak tahuan, kehilangan kontrol atau kesaahan persepsi.
- menggambarkan proses penyakit, penyebab dan faktor penunjang pada
gejala dan aturan untuk penyakit atau kontrol gejala.
-
Mengungkapkan maksud/tujuan
untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan dan keinginan untuk pulih
dari penyakit dan pencegahan kekambuhan atau komplikasi.
Rencana Intervensi :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Identifikasi faktor-faktor penyebab yang menghalangi penata
laksanaan program terapeutik yg efektif.
|
Agar diketahui penyebab yg mengha-langi sehingga dpt segera
diatasi sesuai prioritas.
|
Bangun rasa percaya diri.
|
Agar klien mampu melakukan aktifitas sendiri/dengan bantuan orang
lain tanpa mengganggu program perawatan.
|
Tingkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien yang
positif.
|
Agar klien mampu dan mau melakukan/ melaksanakan program perawatan
yang dianjurkan tanpa mengurangi peran ser-tanya dalam pengobatan/ perawatan
diri-nya.
|
Jelaskan dan bicarakan: proses penyakit, aturan
pengobatan/perawatan,efek sam-ping prognosis penyakitnya.
|
Klien mengerti dan menyadari bahwa penyakitnya memerlukan suatu
tindakan & perlakuan yang tidak menyenangkan.
|
0 komentar:
Posting Komentar