Minggu, 18 September 2016

Laporan kasus RPK bab 2 keperawatan jiwa

Laporan kasus RPK bab 2 keperawatan jiwa

BAB II
KONSEP DASAR

A.    Konsep Dasar
1.      Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1998). Menurut Patricia D. Barry (1998) Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998).
Resiko perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan tindakan yang dapat mencederai orang lain dan lingkungan akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif (CMHN, 2006). Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontol (Yosep, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perilaku kekerasan adalah ungkapan perasaan marah dan bermusuhan yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Sedangkan resiko perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan tindakan dalam bentuk destruktif dan masih terkontol.
2.       Rentang Respon Marah
Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif maladaptif, seperti rentang respon kemarahan di bawah ini (Yosep, 2007).
Adaptif                                                                               Maladaptif

        Asertif        Frustasi        Pasif              Agresif       Amuk / PK

Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain, akan memberi kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain. Selanjutnya individu merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif.
Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.
Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontol, perilaku yang tampak dapat berupa : muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri orang lain dan lingkungan.
3.       Proses Terjadinya Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari – hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
1) Mengungkapkan secara verbal, 2) Menekan, 3) Menantang. Dari ketiga cara ini, cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus – menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresi dan ngamuk.
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (Personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega (Resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (Anger). Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif (Contruktive action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action) dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis (Poinful symptom) (Yosep, 2007).
4.       Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi menurut (Stuart & Sundeen, 1995), berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
Psikologi, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak – kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atausanki penganiayaan dapat menyebabkan gangguan jiwa pada usia dewasa atau remaja. Biologis, respon biologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, takhikardi, wajah merah, pupil melebar dan frekuensi pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan reflek cepat. Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
Perilaku, Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah – olah perilaku kekerasan diterima (permissive). Aspek spiritual, kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi ungkapan marah individu. Aspek tersebut mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan dan bimbingan kepadanya.
5.       Stresor Prespitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien harus bersama – sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal maupun eksternal, contoh : stessor eksternal : serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, hingga adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh dari stressor internal : merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintai dan ketakutan terhadap penyakit yang dideritaBila dilihat dari sudut perawat – klien, maka faktor yang menncetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni : 1) Klien : Kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri. 2) Lingkungan : Ribut, kehilangan orang/objek yang berharga, konflik interaksi sosial (Yosep, 2007).
6.       Etiologi
Penyebab terjadinya marah menurut Stuart & Sundeen (1995) : yaitu harga diri rendah merupakan keadaan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, gangguan ini dapat situasional maupun kronik. Bila kondisi ini berlangsung terus tanpa kontrol, maka akan dapat menimbulkan perilaku kekerasan.
Gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan. Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya. Akibatnya klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan juga bisa muncul disebabkan oleh halusinasi berkepanjangan, dimana seseorang dengan halusinasi mencederai orang lain dan mencederai diri sendiri (Yosep, 2007).
7.       Akibat
Akibat dari resiko perilaku kekerasan yaitu adanya kemungkinan mencederai diri, orang lain dan merusak lingkungan adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungannya. Kondisi ini biasanya akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif .

B.     Asuhan Keperawatan
1.   Pengkajian Fokus
Tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu :
Fisik : Muka merah, berkeringat, pandangan tajam, sakit fisik, nafas pendek, tekanan darah meningkat, penyalahgunaan obat. Emosi : Tidak adekuat, rasa terganggu, tidak aman, marah / jengkel dan dendam. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan humor. Spiritual : Kemahakuasaan, keragu-raguan, tidak bermoral, kebejatan, kebajikan / kebenaran diri dan kreatifitas terhambat karena tidak dapat dipilih secara rasional. Intelektual : Mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, dan meremehkan (Keliat B.A, 1996).
2.   Diagnosa Keperawatan
a.       Masalah keperawatan :
1)      Perilaku kekerasan
Data – data yang mendukung menurut Towsend (1998) dan Depkes RI (2006)
Data Subjektif : Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
a)      Klien membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
b)      Klien mengungkapkan rasa permusuhan yang mengancam, klien merasa tidak berdaya, ingin berkelahi, dendam.
Data Objektif
a)      Klien mengamuk, merusak dan melempar barang – barang.
b)      Melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2)      Resiko perilaku kekerasan
Data subjektif :
Klien menyatakan sering mengamuk, klien mengatakan tidak puas bila tidak memecahkan barang, klien mengungkapkan mengancam orang lain.
Data objektif :
Muka merah dan tegang, pandangan tajam, postur tubuh yang kaku, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar – mandir, bicara kasar, suara tinggi, menjerit / berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, nafas pendek, menolak.
3)      Harga diri rendah Menurut Depkes RI (2006)
Data subyektif:
Klien mengkritik diri, perasaan tidak mampu, klien merasa bersalah, klien merasa tidak berguna, klien merasa malu, pandangan hidup yang pesimis, penolakkan terhadap kemampuan diri.
Data objektif:
Selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dan nada suara lemah.
b.      Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan


Resiko Perilaku Kekerasan






Harga Diri Rendah

(Keliat B.A, 1999)

c.       Diagnosa Keperawatan
1.      Perilaku Kekerasan
2.      Resiko Perilaku Kekerasan
3.      Harga diri rendah.







d.      Intervensi
NO
Diagnosa Keperawatan
TUJUAN
KRITERIA
INTERVENSI
1
Perilaku Kekerasan
SP 1 :Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasanPasien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik dengan cara tarik nafas dalam-dalam
Setelah 2 kali pertemuan pasien menyebutkan:
ü  Penyebab perilaku kekerasan
ü  Tanda tanda perilaku kekerasan
ü  Akibat perilaku kekerasan
ü  Jenis perilaku kekerasan





SP 1 :                      
1.      Tanyakan perasaan pasien dan masalah yang dihadapi pasien
2.      Dengarkan dengan penuh ekspresi perasaan pasien
3.      Diskusikan dengan pasien penyebab melakukan perilaku kekerasan :
ü  Tanda tanda perilaku kekerasan
ü  Akibat perilaku kekerasan
ü  Jenis perilaku kekerasan










SP 2: Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan cara sosial/verbal



Menyebutkan dan mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fik 2 II : memukul bantal




1.      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.      Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal
3.      Beri kesempatan kepada pasien untuk mempraktekkan cara kedua untuk mengontrol perilaku kekerasan
4.      Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian


SP 3 : Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual


Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik 1 : tarik nafas dalam



1.      Diskusikan dengan pasien cara mengontrol perilaku kekerasan yaitu :
ü  Spiritual
2.      Melakukan aktivitas terjadwal
1.      Diskusikan dengan pasien cara mengontrol perilaku kekerasan yaitu :
ü  Secara fisik
ü  Terapi farmakologi


SP 4 : Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat
Mengevaluasi cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan tarik nafas dalam dan memukul bantal



1.      Melakukan aktivitas terjadwal
2.      Minum obat secara teratur





0 komentar:

Posting Komentar